Saturday, July 14, 2018

GURERA leraren met fosforvermogen Era, the Teacher with phosphorus power Chapter 1. Satria si Ksatria


GURERA

Leraren met fosforvermogen

Era, the Teacher with phosphorus power



Chapter: 1. Satria si Ksatria

Era adalah seorang guru kelas SD di sebuah pinggiran kota Kendal di wilayah Jawa Tengah dekat dengan Pantura (Pantai Utara Jawa). Dia mengajar salah satu sekolah dasar didesa Juwiring dimana terdapat 2 SD didesa tersebut.  Bisa dibilang dia adalah guru biasa-biasa saja.


Suatu pagi yang sedikit gerimis berselimut awan ditemani semilir angin si Guru nyentrik ini menuju ke sekolah tempat dia mengajar. “Pak Guru,,!”, panggilan lumrah didaerah tersebut untuk memanggil seorang guru. Siapapun nama guru tersebut baik Ahmad, Dhany maupun Nugroho tetap saja panggilannya adalah “Pak Guru”. Anak-anak berbaris member salam seraya mencium tangannya.
Mengajar dikelas 3 dia menjumpai berbagai macam karakteristik anak didiknya mulai dari si pendiam Umam, si penakut jarum suntik Taufik, dan si usil Nofi. Secara keseluruhan anak didiknya tidak bisa diam dan aktif.
Tersebutlah sebuah nama Satria, seorang anak yang suka nyeletuk namun dalam membaca belum mampu bahkan menentukan mana A, B, C pun masih kesulitan.
Meskipun diluarannya Era ini adalah seorang Guru biasa, namun ada sebuah rahasia yang sangat ia rahasiakan kepada orang dekatnya sekalipun. Akik Fosfor menyala hijau, ya,, melalui media akik turun menurun leluhur inilah dia mampu menyelami perjalanan hidup seseorang secara 3 dimensi seakan masuk ke lorong waktu menyaksikan secara nyata suatu kejadian tepat dihadapan matanya.
Diamati beberapa kesempatan Satria ini memang belum ada kemajuan dan hal membaca meskipun setiap tiap memulai dan mengakhiri pelajaran selalu diadakan pembiasaan literasi membaca. Tak cukup disitu, berbagai metode pembelajaran pun telah di lakukan.
 Menghadapi masalah tersebut Gurera tak tinggal diam, segera menuju ruang guru 5 menit sebelum istirahat. Dia duduk dikursi kemudian mengeluarkan Jimat rahasianya berupa akik fosfor hijau tersebut lantas membaca lafal pembuka kunci kekuatan akik tersebut, dan beranjak menuju keluar untuk menghadapkan akiknya ke arah matahari.
Dengan mengarahkan akik ke matahari maka kekuatan alam raya mengalir masuk ke akik tersebut. Kekuatan dari hewan, tumbuhan, deburan ombak bahkan hembusan alas tersebut sepertingin menyatu membentuk gelombang kekuatan yang terhimpun diakik tersebut.
Setelah dirasa cukup segera dia duduk kembali dikursinya, lalu mencelupkan akik tersebut kedalam gelas yang berisi air putih yang telah disiapkannya. Warna hijau fosfor memancar keseisi gelas sehingga gelas tersebut seperti berisi cairan hijau. Kemudian diminumnya air tersebut, tak berselang lama cairan tersebut bereaksi. Dari mata, mulut, telinga Gurera memancarkan cahaya hijau kemudian cahaya hijau tersebut menyelimuti seluruh tubuhnya.
Tubuh Gurera serasa terhempas melewati lorong waktu, terombang ambing kesegala arah hingga akhirnya terbuka mata Gurera perlahan-lahan menyaksikan keseharian Satria. Ternyata Satria adalah seorang anak yang tinggal hanya bersama ayah dan seorang kakaknya, ibunya bekerja sebagai Buruh Migan dinegeri orang. Ayahnya sibuk menunggu toko dikesehariannya pun juga kakaknya sibuk bermain dengan teman sebayanya. Sehingga nyaris setiap harinya Satria tidak ada yang memperhatikannya dalam belajar dan bahkan hanya bermain, bermain, dan bermain dengan teman-temannya saja.
Karena telah dirasa menemukan penyebab Satria yang belum bisa membaca, Gurera kembali ke dunia nyata dengan membaca doa’ kunci. Dalam sekejap mata dia sudah duduk kembali dikursinya diruang guru. “Kok belum dibel istirahat pak?”, kata Pak Wahyudi memecah keheningan. Meskipun terasa lama bagi Gurera memasuki alam kehidupan Satria namun dialam nyata ternya masih kurang dari 5 menit. “oh, iya Pak! Biar saya yang tekan bel”, sahut Gurera.
Seusai membunyikan bel istirahat Gurera menuju ruang Kepala Sekolah untuk berkonsultasi tentang Satria. Gurera memberi saran agar sekolah memanggil Ayah Satria untuk bersama-sama memecahkan masalah Satria.
Keesokan harinya Ayah Satria datang ke sekolah disambut Gurera  dan dihantar ke ruang Kepala Sekolah. Kepala Sekolah menceritakan keadaan Satria dan mengajak menemuan salusi yang tepat memecahkannya. Suasana menjadi hening ketika Kepala Sekolah menyelesaikan ceritanya, kelihatannya sang Ayah merasa malu akan keadaan anaknya tersebut.
Disaat seperti ini Gurera mulai beraksi, dipegangnya tangkai kacamata hitamnya dengan tangan kanannya yang berhias jam tangan itu. Dia mulai memaparkan contoh anak yang bermasalah seperti Satria namun diganti namanya sehingga Ayah Satria tidak merasa dipermalukan meskipun dihatinya mengiyakan apa yang disampaikan Gurera.
“Dulu itu ada anak yang bernama Syifa, sama persis seperti putra bapak. Setelah saya selidiki ternyata dia kurang perhatian keluarga dalam belajar. Ayahnya sibuk disawah, ibunya jualan ikan asin diluar kota, dan kakaknya sibuk dengan kelompoknya sendiri.”, Gurera bercerita.
“Mungkin masalah Satria isa diselesaikan dengan cara yang digunakan ayahnya Syifa. Beliau memantau belajar Syifa dengan membelajari dirumah. Dengan seperti itu dia merasa diperhatikan”, masukan Gurera. Mendengarkan hal tersebut Ayah Satria berjanji akan lebih memperhatikan belajar Satria.
Hari demi hari kemajuan pesat dicapai Satria, dari belum bisa A, B, C kini mampu lancar membaca sehingga nilai pelajarannya naik pesat. Menurut Briggs dan Potter (1995, dalam Suyanto (2005, hal.225) kerjasama orang tua dengan lembaga pendidikan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: keterlibatan (parent involment) dan partisipasi (parent participation). Dengan melibatkan dan partisipasi orang tua, Gurera menutup kasus Satria.


No comments:

Post a Comment