GURERA
Leraren met fosforvermogen
Era, the Teacher with phosphorus power
Chapter: 1.
Satria si Ksatria
Era adalah seorang guru kelas SD di sebuah
pinggiran kota Kendal di wilayah Jawa Tengah dekat dengan Pantura (Pantai Utara
Jawa). Dia mengajar salah satu sekolah dasar didesa Juwiring dimana terdapat 2
SD didesa tersebut. Bisa dibilang dia
adalah guru biasa-biasa saja.
Suatu pagi yang sedikit gerimis
berselimut awan ditemani semilir angin si Guru nyentrik ini menuju ke sekolah
tempat dia mengajar. “Pak Guru,,!”, panggilan lumrah didaerah tersebut untuk
memanggil seorang guru. Siapapun nama guru tersebut baik Ahmad, Dhany maupun
Nugroho tetap saja panggilannya adalah “Pak Guru”. Anak-anak berbaris member salam
seraya mencium tangannya.
Mengajar dikelas 3 dia menjumpai
berbagai macam karakteristik anak didiknya mulai dari si pendiam Umam, si
penakut jarum suntik Taufik, dan si usil Nofi. Secara keseluruhan anak didiknya
tidak bisa diam dan aktif.
Tersebutlah sebuah nama Satria, seorang
anak yang suka nyeletuk namun dalam membaca belum mampu bahkan menentukan mana
A, B, C pun masih kesulitan.
Meskipun diluarannya Era ini adalah
seorang Guru biasa, namun ada sebuah rahasia yang sangat ia rahasiakan kepada
orang dekatnya sekalipun. Akik Fosfor menyala hijau, ya,, melalui media akik
turun menurun leluhur inilah dia mampu menyelami perjalanan hidup seseorang
secara 3 dimensi seakan masuk ke lorong waktu menyaksikan secara nyata suatu
kejadian tepat dihadapan matanya.
Diamati beberapa kesempatan Satria
ini memang belum ada kemajuan dan hal membaca meskipun setiap tiap memulai dan
mengakhiri pelajaran selalu diadakan pembiasaan literasi membaca. Tak cukup
disitu, berbagai metode pembelajaran pun telah di lakukan.
Menghadapi masalah tersebut Gurera tak tinggal
diam, segera menuju ruang guru 5 menit sebelum istirahat. Dia duduk dikursi kemudian
mengeluarkan Jimat rahasianya berupa akik fosfor hijau tersebut lantas membaca
lafal pembuka kunci kekuatan akik tersebut, dan beranjak menuju keluar untuk
menghadapkan akiknya ke arah matahari.
Dengan mengarahkan akik ke matahari
maka kekuatan alam raya mengalir masuk ke akik tersebut. Kekuatan dari hewan,
tumbuhan, deburan ombak bahkan hembusan alas tersebut sepertingin menyatu
membentuk gelombang kekuatan yang terhimpun diakik tersebut.
Setelah dirasa cukup segera dia
duduk kembali dikursinya, lalu mencelupkan akik tersebut kedalam gelas yang
berisi air putih yang telah disiapkannya. Warna hijau fosfor memancar keseisi
gelas sehingga gelas tersebut seperti berisi cairan hijau. Kemudian diminumnya
air tersebut, tak berselang lama cairan tersebut bereaksi. Dari mata, mulut,
telinga Gurera memancarkan cahaya hijau kemudian cahaya hijau tersebut
menyelimuti seluruh tubuhnya.
Tubuh Gurera serasa terhempas
melewati lorong waktu, terombang ambing kesegala arah hingga akhirnya terbuka
mata Gurera perlahan-lahan menyaksikan keseharian Satria. Ternyata Satria
adalah seorang anak yang tinggal hanya bersama ayah dan seorang kakaknya,
ibunya bekerja sebagai Buruh Migan dinegeri orang. Ayahnya sibuk menunggu toko
dikesehariannya pun juga kakaknya sibuk bermain dengan teman sebayanya. Sehingga
nyaris setiap harinya Satria tidak ada yang memperhatikannya dalam belajar dan
bahkan hanya bermain, bermain, dan bermain dengan teman-temannya saja.
Karena telah dirasa menemukan
penyebab Satria yang belum bisa membaca, Gurera kembali ke dunia nyata dengan
membaca doa’ kunci. Dalam sekejap mata dia sudah duduk kembali dikursinya
diruang guru. “Kok belum dibel istirahat pak?”, kata Pak Wahyudi memecah
keheningan. Meskipun terasa lama bagi Gurera memasuki alam kehidupan Satria
namun dialam nyata ternya masih kurang dari 5 menit. “oh, iya Pak! Biar saya
yang tekan bel”, sahut Gurera.
Seusai membunyikan bel istirahat
Gurera menuju ruang Kepala Sekolah untuk berkonsultasi tentang Satria. Gurera memberi
saran agar sekolah memanggil Ayah Satria untuk bersama-sama memecahkan masalah Satria.
Keesokan harinya Ayah Satria datang ke
sekolah disambut Gurera dan dihantar ke
ruang Kepala Sekolah. Kepala Sekolah menceritakan keadaan Satria dan mengajak
menemuan salusi yang tepat memecahkannya. Suasana menjadi hening ketika Kepala
Sekolah menyelesaikan ceritanya, kelihatannya sang Ayah merasa malu akan
keadaan anaknya tersebut.
Disaat seperti ini Gurera mulai
beraksi, dipegangnya tangkai kacamata hitamnya dengan tangan kanannya yang
berhias jam tangan itu. Dia mulai memaparkan contoh anak yang bermasalah
seperti Satria namun diganti namanya sehingga Ayah Satria tidak merasa
dipermalukan meskipun dihatinya mengiyakan apa yang disampaikan Gurera.
“Dulu itu ada anak yang bernama
Syifa, sama persis seperti putra bapak. Setelah saya selidiki ternyata dia
kurang perhatian keluarga dalam belajar. Ayahnya sibuk disawah, ibunya jualan
ikan asin diluar kota, dan kakaknya sibuk dengan kelompoknya sendiri.”, Gurera
bercerita.
“Mungkin masalah Satria isa
diselesaikan dengan cara yang digunakan ayahnya Syifa. Beliau memantau belajar
Syifa dengan membelajari dirumah. Dengan seperti itu dia merasa diperhatikan”,
masukan Gurera. Mendengarkan hal tersebut Ayah Satria berjanji akan lebih
memperhatikan belajar Satria.
Hari demi hari kemajuan pesat
dicapai Satria, dari belum bisa A, B, C kini mampu lancar membaca sehingga
nilai pelajarannya naik pesat. Menurut Briggs
dan Potter (1995, dalam Suyanto (2005, hal.225) kerjasama orang tua dengan
lembaga pendidikan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: keterlibatan (parent
involment) dan partisipasi (parent participation). Dengan melibatkan dan partisipasi orang tua,
Gurera menutup kasus Satria.
No comments:
Post a Comment